Dimana tempat yang paling aman untuk anak? Apakah di rumah? Dulu, rumah adalah tempat teraman bagi anak. Tentu tidak untuk saat ini. Kita tahu bahwa rumah ternyata juga menawarkan ancaman kekerasan bagi anak. Data temuan Yayasan PUPA, dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang tahun 2016, bahwa 95% pelaku kekerasan dikenal korban dan memiliki relasi personal seperti suami, pacar atau keluarga kandung lainnya (ayah, paman dan kakak). Orang-orang terdekat korban.
Sekolah? apakah sekolah adalah tempat yang aman bagi anak. Jawabannya tentu saja belum. Karena faktanya, masih ada anak yang mengalami kekerasan fisik maupun psikologis yang dilakukan oleh teman sebaya atau guru seperti bullying dan pelecehan seksual.
Hal ini diperkuat dari pengalaman pendampingan Yayasan PUPA di 8 sekolah, 1 komunitas anak di kelurahan Pondok Besi dan anak-anak berhadapan dengan hukum di LPKA Malabero Kota Bengkulu, Yayasan PUPA menemukan banyak persoalan yang terjadi pada anak, di antaranya adalah Bullying, Pelecehan Seksual, KDP (Kekerasan dalam Pacaran), Modus Trackfiking di Sosial Media, Cyber Bullying, Padatnya jadwal sekolah membuat anak-anak terbatas beraktivitas di lingkungan rumah atau komunitas.
Lingkungan? Apakah sudah tersedia lingkungan yang ramah pada anak? Jawabnya belum! Di lingkungan anak terancam pada proses pembangunan yang tidak berperspektif kepentingan terbaik anak, tidak tersedia ruang bermain yang memadai, anak menghisap asap rokok orang dewasa setiap waktu, terdampak polusi dan terancam jiwanya oleh predator seksual, pelaku perdagangan anak, dan anak di eksploitasi untuk kepentingan politik dan kepentingan-kepentingan orang dewasa.
Dimana tempat yang aman dan ramah bagi anak?
Indonesia saat ini tengah dihadapkan pada kondisi darurat kekerasan seksual. Berdasarkan data Forum Pengada Layanan yang dirilis oleh Komnas Perempuan dalam CATAHU 2016, menunjukkan bahwa Kekerasan di ranah komunitas mencapai angka 3.092 kasus (22%), di mana kekerasan seksual menempati peringkat pertama sebanyak 2.290 kasus (74%), diikuti kekerasan fisik 490 kasus (16%) dan kekerasan lain di bawah angka 10%; yaitu kekerasan psikis 83 kasus (3%), buruh migran 90 kasus (3%); dan trafiking 139 kasus (4%). Jenis kekerasan yang paling banyak pada kekerasan seksual di ranah komunitas adalah perkosaan (1.036 kasus) dan pencabulan (838 kasus).
Fakta menunjukkan bahwa kekerasan seksual menempati posisi tertinggi untuk kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia, kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Provinsi Bengkulu. Berdasarkan catatan pendokumentasian yang dilakukan oleh Yayasan PUPA, menunjukkan kekerasan seksual tetap mendominasi yaitu berada pada angka 65% dari 275 kasus.
Saat ini pemerintah Bengkulu, melalui DPRD Provinsi Bengkulu sedang mengagendakan sebuah regulasi untuk pembangunan ketahanan keluarga, dimana akan diusulkan dan dipersiapkan adanya Perda Ketahanan Keluarga. Ke depan, Perda ini dapat memuat secara eksplisit maupun implisit mengenai partisipasi keluarga dalam penghapusan kekerasan seksual. Melalui Perda ini, kita semua berharap akan ada sebuah kebijakan yang menjadi pedoman untuk penguatan fungsi keluarga demi menuju keluarga yang berketahanan dan terhindar dari segala bentuk kekerasan.
Merayakan Hari Anak Nasional tahun 2017 ini, Yayasan PUPA melalui Dialog Kebijakan Perlindungan Perempuan dan Anak di Provinsi Bengkulu, juga ingin memberikan ruang seluas-luasnya kepada anak untuk menyuarakan pandangan, kegelisahan, serta harapan-harapannya sebagai anak dan bagaimana mereka hidup di antara orang-orang dewasa.
Untu itu, kami mengajak seluruh elemen masyarakat, terkhusus Anggota DPRD Komisi IV Provinsi Bengkulu untuk berkomitmen :
- Mendukung mekanisme perlindungan anak berbasis sekolah terwujud di sekolah-sekolah di Provinsi Bengkulu
- Mendukung dan berkomitmen untuk melibatkan anak dalam proses perumusan dan pembuatan kebijakan terkait perlindungan anak
- Mendukung lahirnya kebijakan penanganan kekerasan bagi perempuan dan anak di Provinsi Bengkulu
- Menuntaskan Perda ketahanan keluarga sebagai landasan hukum untuk menguatkan fungsi keluarga dalam penghapusan KTPA
Mari beri ruang dan dengarkan suara anak !
Selamat Hari Anak Nasional 2017
0 Komentar